Pages

Rabu, 28 Juli 2010

Undangan dan Souvenir

Sepanjang akhir Mei kemarin, sampai awal Agustus nanti begitu banyak saya mendapatkan undangan walimah (resepsi pernikahan) teman SMA maupun rekan kerja . . . lagi musim neh . . .


Ada yang saya datangi bersama suami, teman, atau sendiri saja.
Ketika pulang mendapat cendera mata, berbagai macam bentuknya. Ada yang bisa dimanfaatkan (dipakai), ada juga yang sekedar untuk pajangan . . .




Buat teman-teman yang baru menikah, barakallahu . . . semoga pernikahannya barakah. Mampu mendayung biduk rumah tangganya hingga ke tepian hingga The Real World "Akhirat", Sakinah, Mawaddah, Wa rahmah.

Jumat, 23 Juli 2010

Bidadari Surga Di Bumi Cinta


Saat milad kemarin, suamiku berbaik hati untuk mengajakku ke Togamas dan membelikan novel. Pada awalnya tujuan kami adalah membeli sebuah novel yang direkomendasikan oleh Riris (rekan kerja suami) yang berjudul “Pengikat Rindu”. Novel yang berlatar belakang Sirah masa Rosulullah, menceritakan tentang Asma binti Abu Bakar.

Akan tetapi setelah sekian waktu mencari secara manual dan dengan bantuan software di Togamas, tak jua menemukan. Ah … mungkin di jual di Gramedia atau bookstore yang lain. Belakangan diketahui, Riris membelinya di toko buku dekatnya Salman ITB. Tak ada yang dicari, mencari yang lain. Pilihanku atas hadiah suami jatuh pada 2 Novel, yang sebenarnya juga aku inginkan. Bidadari-Bidadari Surga, yang ditulis oleh Tere Liye. Sudah lama aku mencari-cari novel ini. Berikutnya adalah Novel terbarunya Habiburrahman El Shirazy Bumi Cinta. Walaupun tak menemukan yang sebenarnya mau dibeli, tapi aku bahagia mendapatkan 2 Novel hadiah dari suami ^^

Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, dan Rembulan Tenggelam Di Wajahmu adalah karya-karya Tere Liye yang sudah pernah ku baca. Membaca ketiganya memaksa air mataku keluar (baca:menangis), pun ketika merampungkan Bidadari-Bidadari Surga. Nangis Juga . . . Menurutku Tere-Liye memang luar biasa, ia mampu menciptakan untaian kalimat indah yang membalut kisah mengharukan. Setiap kalimat yang diciptakan oleh Tere seolah bermuatan kelembutan, dalam, dan imajinatif. Latar tokohnya luar biasanya, latar tempatnya juga menarik. Seperti dalam novel yang baru saja ku miliki ini, mengisahkan perjuangan seorang Laisa yang buruk rupa namun hatinya bagai permata. Berlatar lembah strobery yang menawan dengan rumah panggung disana. Novel ini menceritakan pengorbanan Laisa untuk adik-adiknya. Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Sarat makna akan kerja keras, pengorbanan, dan penghormatan, juga keikhlasan, juga cinta keluarga, juga rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta, juga menciptakan rasa keharuan. Berulang kali aku merinding sampai akhirnya menangis di penghujung cerita. Karya Tere yang paling menguras air mataku ketika membacanya adalah Moga Bunda Disayang Allah. Hampir setiap bagiannya membuatku menangis.

Ketika membaca karya Kang Abik (Habiburrahman El Shirazy), memang tidak semengharu biru ketika membaca karya Tere. Namun apresiasi yang bagus juga untuk novel-novelnya. Novel Kang Abik, novel pembangun jiwa. Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Kumpulan Novelet Dalam Mihrab Cinta, dan yang terbaru Bumi Cinta, membuat pembaca tenggelam dalam alur cerita yang dibuatnya. Tokoh-tokohnya memiliki karakter yang kuat, Fahri, Azzam, dan Ayyas dalam Bumi Cinta. Sangat berkarakter. Kekuatan Novel karya Kang Abik menurutku selain pada cerita, wawasan yang berkenaan dengan cerita, juga pada latar tempatnya. Novelis ini mendeskripsikan latar tempat dan waktu dengan detail. Seolah pembaca berada di sana. Masih ingat ketika membaca Ayat-Ayat Cinta, kamarku jadi terasa panas juga saat kang Abik menyajikan Kairo yang panas. Pun ketika Azzam mengejar bus yang membawa buku-buku Anna, ikut tegang aku dibuatnya, seperti terguncang-guncang di dalam taksi bersama tokoh-tokoh fiktif ini. Bumi Cinta pun menyajikan hal serupa, aku kedinginan membacanya. Bandung yang sudah dingin tambah dingin, latar tempat kota Moskaw di musim dingin mensugesti . . .


Bumi Cinta, mengkisahkan Ayyas, seorang santri Salaf yang harus menyelesaikan penelitiannya tentang sejarah Islam di Moskwa. Berawal dari sini, ujian demi ujian, masalah-masalah dilalui. Berkenalannya dengan Yelena, Linor, dan Anastasia Pallazo menuai liku berbeda dalam kisahnya. Novel ini bagus, namun agak membosankan pada beberapa bagian karena uraian wawasan yang sebenarnya hanya menjadi bumbu-bumbu terlalu panjang dituliskan. Meskipun demikian, itu menunjukkan kalau penulisnya memiliki pengetahuan yang sangat luas, smart.

Akan tetapi, Novel-novel karya Tere Liye dan Habiburrahaman El Shirazy sama-sama memuat nilai Islam. Novel-novel keduanya mentadaburi salah satu ayat-ayat Al Quran. Begitu juga pada Novel yang baru ku miliki ini. Bidadari-Bidadari Surga, dalam novel ini Tere mengambil ayat “Dan sungguh di Surga ada bidadari-bidadari bermata jeli “ (QS. Al Waqiah: 22), “Pelupuk mata bidadari-bidadari itu selalu berkedip-kedip bagaikan sayap burung indah. Mereka baik lagi cantik jelita” (QS. Ar rahman: 70), “Bidadari-bidadari surga seolah-olah adalah telur yang tersimpan dengan baik” (QS. Ash-Shaffat:49).

Sedangkan Bumi Cinta merupakan pentadaburan Kang Abik atas ayat ini “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Anfal: 45-47). Bidadari-Bidadari Surga dan Bumi Cinta merupakan sastra yang bagus.

Membaca sastra, menikmati kesenangan yang menyemangati. Membaca sastra, menyelami kedalaman jiwa, dan melembutkan hati.

Senin, 19 Juli 2010

SDN Rejosari Road To Jogja 2010

Setelah masa ujian usai, dan udah tahu nilainya bagus . . . rencana buat jalan-jalan pun dapat dilaksanakan. Dengan persiapan hanya sekitar 4 hari jadi juga kami ke Jogja. Biasanya neh, seperti tahun-tahun sebelumnya, kegiatan akhir tahun diisi dengan bertamasya ke taman bermain dan belajar. Yaitu di Jatim Park Malang atau Wisata Bahari Lamongan. Namun tahun ini anak-anak ingin beda. Mereka mengingankan pergi ke Jogja . . . Uhuy seneng juga neh gurunya.

Tanggal 24 Juni, yup pagi dini hari jam 03.00 udah siap berangkat, orang tua muridpun masih menunggu di halaman sekolah. Berkali-kali saya dihampiri orang
tua murid . . .

“Bu nitip Sara yaaa, jangan boleh deket-deket air kalo di pantai”

“Bu Yuli, tolong nitip Saskia yaaa . . . dia anaknya agak teledor” hehehe biasalah ortu melepas anaknya penuh dengan rasa khawatir. Malam sebelumnya saja, berkali-kali HP saya berbunyi menandakan SMS atau telepon dari wali murid. Apa pasal? Yaaa sama nitip si ini si itu.

Dan dengan bijaksana saya menjawab, “InsyaAllah bu, pak, doakan agar semuanya berjalan lancer dan selamat” ^^.


Jam 03.30, setelah berdoa bersama . . . berlahan tapi pasti 2 bus kapasitas 55 orang berangkat meninggalkan jalan Pandean II, membawa 79 siswa dan 11 orang guru. Menyusuri jalanan yang masih berteman gelap. Menikmati pagi dini yang syahdu. Tapi ada diantara anak-anak yang memilih melanjutkan tidurnya. Puku 04.45 Bus berhenti di sebuah masjid di daerah Mantingan, Ngawi (Perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah), untuk melaksanakan shalat subuh tentunya.

Selesai shalat, perjalanan dilanjutkan. Kini dengan suasana lebih ceria. Sama cerianya dengan sinar mentari yang mulai menerobos kaca bus pariwisata. Indah sangat, kami seperti berpacu dengan ratusan pohon jati yang berwarna jingga, efek sang surya. Satu dua anak mulai terdengar suaranya, disusul oleh hampir semua temannya. Mentari sudah benar-benar menguak hari . . . mulai terang. Dan anak-anakpun mulai bernyanyi mengikuti lagu yang mengalun dari CD yang dimainkan oleh mas guide, ckckckckc . . . mereka hapal semua.


Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba, Bus berhenti di sebuah rumah makan, RM. Rapika . . . saatnya sarapan. Seperti dikomando, satu per satu turun memasuki RM. Mengambil sarapan, dan mencari tempat duduk ternyaman. Sepertinya semua lahap, walaupun sebenarnya soto yang disajikan terasa hambar . . . ups, Rosulullah mengajarkan kita agar tidak mencela makanan.

Acara makan me makan pun usai, setelah rehat sebentar lanjut lagiiii . . . Kali ini tujuannya Museum Dirgantara Mandala, yang letaknya di Kompleks Bandara Adi Sucipto miliknya AU.


Anak-anak begitu senang melihat pesawat terbang kuno, jaman penjajahan. Ketika di luar museum sesekali anak-anak mendongak ke atas, karena ada pesawat yang terbang sangat rendah hehehhe . . .kagum. ..namanya juga anak kecil^^


Sekitar 1 jam rombongan SDN Rejosari disitu. Perjalanan berikutnya ke Candi Borobudur, kayaknya ini yang paling ditunggu-tunggu oleh anak-anak. Karena dalam pelajaran IPS, guru IPSnya pernah menjelaskan kemegahan candi buatan Gunadarma ini. Bahkan mereka udah hapal bagian-bagian candi yang ada tiga tingkatan. Sekitar 2 jam perjalanan akhirnya nyampe juga. Setelah bus parker, reservasi tiket oleh biro wisatanya, rombongan kami pun diperbolehkan masuk. Dengan ditemani seorang bapak pemandu wisata kami berjalan perlahan menuju lokasi. Selangkah demi selangkah, akhirnya tampak juga Candi yang megah itu. Beberapa anak bersorak, akhirnya mereka bisa melihat candi terbesar di Asia Tenggara itu. Yang selama ini hanya mereka lihat pada buku pelajaran, atau miniature yang dibawa bu Yuli di dalam kelas ^^.



Menaiki tangga-tangga candi bukan perkara mudah, perlu energy untuk sampai ke puncaknya. Hufh, dengan perjuangan sampai juga di Stupanya. Bisa melihat pemandangan yang indah. Juga bukit Menoreh, yang alkisah adalah jelmaan Gunadarma “Sang Arsitek” yang tidur sambil menunggu Candinya. Karena di puncak mulai gerimis kecil-kecil, dengan panas matahari yang masih menyengat, terpaksa kami turun dari candi. Sampai 13.30 kami di komplek candi Borobudur.


Sambil istirahat di dalam Bus, kami menempuh perjalanan ke Pantai Parangtritis. Wouw . . . sejatinya inilah yang saya tunggu-tunggu. Sudah lama rongga dada ini tidak menghirup segarnya udara pantai, mendengar debur ombak yang riuh, terpaan angin laut yang kencang . . .




Akhirnya terbayar sudah kerinduan akan pantai dan laut. Sambil mengawasi anak-anak, sekali-kali meneriaki mereka agar tidak terlalu dekat dekat dengan bibir pantai, saya berkali kali memuji kebesaran-Nya. Maha besar Allah yang telah menciptakannya.

Puas memandang laut, merasai angin pantai, saya penuhi paru-paru dengan segarnya udara pantai.

Semua ceria, semua bahagia, anak-anak berkejaran bermain sepakbola, bermain layang-layang (saya pun ikut serta memainkannya, jadi ingat masa kecil), membuat istana . . . atau apalah.

Hemh . . . akhirnya saya duduk di kursi tukang rujak di pantai, tentunya sambil menikmati rujak buah bersama rekan. Seorang ibu penjaja menawarkan dagangannya, katanya menjual undur-undur laut. Ehm, penasaran . . . kucoba satu rasanya mirip-mirip udanglah. Besarnya sejari. Karena saya tidak suka seafood, saya tidak beli. Rekan saya yang beli . . .10.000 dapat 7 bungkus. 1 bungkus beratnya sekitar 1 ons.


Undur-undur laut

lanjut, ke rencana berikutnya yang telah dijadwalkan oleh biro. Menuju ke Rumah makan untuk makan malam, sekalian shalat Maghrib.

Menikmati makan malam tetap dengan lahap, rasa lelah setelah bermain dan berbasah-basahan di pantai membuat energy terkuras, lapar...


Ke Jogja, rasanya belum lengkap jika belum ke malioboro . . . Malioboro malam memang senantiasa dirindukan. Tetapi tentunya bukan perkara mudah ke Malioboro dengan anak-anak kecil usia SD. Khawatir hilang dan terpisah dari rombongan... walhasil mata saya dan rekan-rekan harus siaga mengawasi kemana anak-anak melangkah. Bahkan ada ibu2 dari NTB yang bertanya ke rekan saya, "Wah sebanyak itu tadi muridnya semua ibu? nanti hapal, dan gak takut terpisah??" . . . hehehe InsyaAllah . . .


Tidak terlalu lama di Malioboro, karena sudah malam sekitar pukul 20.30. Padahal kami masih berniat untuk pergi ke pusat oleh-oleh Java. Memikirkan yang di rumah juga, sekedar sekotak atau dua kotak bakpia pathok^^.


Pada akhirnya, usai sudah perjalanan ke Jogja . . . perjalanan pulang alhamdulillah lancar. Gak ada yang mabuk perjalanan, semua anak tertidur ketika perjalanan pulang.


Sampai di halaman sekolah pukul 01.00 dini hari, halaman sekolah sudah ramai oleh wali murid yang menjemput. Energy sudah habis, baik energy tubuh maupun uang. Lelah sangat . . . padahal paginya. Masih harus masuk untuk membagikan rapot. Tapi dibalik kelelahan yang sangat tersebut, ada kesenangan. Semacam semangat dari hikmah-hikmah perjalanan. . .