Pages

Minggu, 21 September 2008

Penghujung Ramadhan dengan PKS . . .



Tak terasa hari-hari sudah terlewati . . .
Suka tidak suka, senang tidak senang Ramadhan akan terus berlalu,



Mari segera PKS. Apa itu? Pribadi Kembali Semangat . . .
Bertekad untuk menjadi PKS. Apa itu? Pribadi Kembali Suci . . .
Agar Ramadhan dapat mendidik kita menjadi umat PKS. Apa itu? Peduli Kepada Sesama . . .
Semoga Allah meridhoi PKS. Apa itu? Pertemuan Kita di Surga . . .

PKS DELAPAN . . .
Please Keep Spirit Dengan Luapan Iman . . .

Jumat, 19 September 2008

Idul Fitri dan Silaturahmi yang Penuh Berkah

Ah, sungguh tidak terasa. Ramadhan sudah hampir memasuki sepuluh hari ketiga, sementara target Ramadhan masih belum mencapai setengahnya...ups!!! Sekali lagi detik-detik perpisahan itu mulai terasa. Ada penyesalan yang siap-siap membuntututi ketika melangkah menjelang Syawal.

Yup! Ramadhan itu identik dengan bulan kebersamaan. Senyuman Ramadhan pun menjadi kenangan terindah bagi siapa saja yang sungguh-sungguh menikmati oleh-oleh dari sang tamu, berupa rahmat, berkah dan maghfirah dari Tuhannya. Namun sang tamu yang bernama Ramadhan tadi tidak lantas meninggalkan penduduk dunia ini dengan kehampaan. Dia sapa "sahabat dekatnya" yang bernama Syawwal untuk memberi wejangan kepada penduduk yang beriman yang tidak kalah peran menghiburnya dari dirnya.

Syawwal adalah sebuah momentum bagi insan-insan yang bertakwa, untuk tidak mengendorkan semangat beribadah. Hendaknya mengambil falsafah hidup seorang pembalap. Seorang pembalap, yang menekuni pelatihan dalam sirkuit training untuk menimba pengalaman, mengenal medan balap dan teknik memacu mobil dengan kecepatan tinggi, hingga pada akhirnya si pembalap tadi keluar dari sirkuit pelatihan menjadi pembalap professional yang kian apik prestasinya dan semakin lihai mengendalikan kemudi dan pedal gas. Maka demikianlah hendaknya Syawwal dengan pelatihan sebelumnya sebulan penuh berupa puasa, shalat malam, dan puncaknya menunaikan zakat fitrah, memantapkan diri dengan derajat ketakwaan yang lebih tinggi dan kualitas ibadah yang semakin melejit.

Idul Fitri berdasarkan makna etimologis berasal dari kata "ied"(awdun) yang berarti "kembali" dan "fithri" yang berasal dari "futhur"yang berarti "berbuka" dan "fithrah" yang berarti fitrah dan kesucian (nature). Dengan Idul Fitri, diharapkan seorang muslim dapat memasuki era kehidupan baru, seorang muslim diharapkan mampu secara istiqamah mengikuti petunjuk Allah (hidayah).

Hikmah terbesar Idul Fitri yang tidak boleh kita lupakan adalah silaturahmi. Nuansa Idul Fitri hendaknya menjadi tonggak awal untuk memperkuat kembali ukhuwah yang dahulu pernah tecerai berai. Mari kita rajut bersama "benang". Moment itu yang kini banyak dimanfaatkan oleh berbagi kalangan untuk reunian pasca idul fitri. Alangkah baiknya, jika tidak hanya dijadikan sebagai ajang untuk mempercantik nilai-nilai material. Namun lebih dari itu, sebisa mungkin harus bisa memperbaiki nilai spiritual dan menambah semangat untuk lebih baik lagi. Sebuah pengalaman berhargapun selalu bisa diambil ketika berrtemu dengan teman-teman lama. Cerita-cerita sukses membuat diri tertrasnveri semangat baru. Ikatan ukhuwah juga meremaja, bersemi kembali.

Yup! Menjadikan sebuah pertemuan yang biasa memiliki nilai yang luar biasa.
Semoga kita tergolong orang-orang yang sadar akan nilai spiritual tersebut, sehingga tidak lupa akan essensi dari saripati Idul Fitri dan Syawwal, yang kini akan kita jelang. Amiin Ya Robbal 'Aalamiin.

Sabtu, 13 September 2008

Bu Yuli, Assalamu’alaikum . . .

Ehm, di Ramadhan ini. Tentu saja kerja seperti biasa, tapi juga luar biasa. Karena ini bulan yang luar biasa, waktu berdiam dikantorpun lebih singkat dari hari biasa. Alhamdulillah bisa dimanfaatkan untuk mengejar target Ramadhan dan kegiatan sosial lainnya. Juga tugas di rumah yang pasti diprioritaskan.

Seperti pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya. . .

Wajahku selalu ceria, senyum terkembang, dan hati gembira. Begitu sosokku memasuki gerbang SD tempat aku bekerja. Yach, aku adalah seorang guru SD. Walau awalnya, ketika berangkat hati agak gak nyaman karena suatu masalah. Tapi semua akan berubah saat aku melihat sosok-sosok kecil, murid-muridku.

Senyum dan kegembiraan itu semakin semarak, bilamana murid-muridku berlari kecil menyongsong kedatanganku. Satu sama lain mereka berebut mendekatiku sambil mengulurkan tangan mungil ingin mencium tanganku. Padahal aku masih dalam proses mematikan mesin Vega Biruku, helm pun masih menutupi kepala dan wajahku. Tetapi tangan-tangan kecil itu tetap berebut, ”Saya dulu bu. . .saya dulu bu” celoteh mereka membuatku semakin merasa geli.

Iseng saja kukatakan, ”Hayooo. . . . Hom pim pah dulu, yang menang nanti duluan”. Usikku sambil menyelesaikan proses memarkir sepeda dan melepas helm. Sontak mereka menghentikan sesi perebutan itu. Langsung Hom pim pa. Nah akhirnya ada yang menang juga. Sang pemenang bersorak, lalu gegas meraih tangan kananku dan menciumnya takzim sambil berucap ”Assalamu’alaikum bu”. Usai, dan diikuti lainnya. Barisan penyambutan yang sering membuatku terharu dan syukur berada disini.

Upacara penyambutan kecil, ini merupakan rutinitas. Tetapi kalau bulan Ramadhan, mereka bisa tiap hari melakukannya. Kalau hari-hari biasa, aku hanya menemuinya pada hari Senin. Kalau hari lain, aku datang sampai sekolah semua murid-muridku pasti sedang mengikuti senam pagi. Sedangkan Senin tidak senam karena persiapan untuk upacara.

Mungkin bagi orang lain ini adalah biasa, tapi bagiku ini luar biasa. Bukan semata-mata karena penghormatan dan penghargaan akan posisi guru. Tidak sesederhana itu, bagiku lebih dari semua itu. Ada ketulusan yang dialirkan dari “sambutan kecil” itu, ada doa keselamatan bagiku “asssalamu’alaikum” dari murid-muridku, ada energi baru bagiku untuk berusaha sebaik mungkin mendidik mereka, menularkan ilmu bagi generasi masa depan negeri ini, ada getaran kasih sayang yang mempertebal atmosfer hubungan kedekatan antara kami. Antara sang guru dan murid. Antara orang tua dan anak. Yach anak, mereka semua adalah anak-anakku. Orang tua mereka telah mengamanahkan mereka padaku, memberikan kepercayaan penuh akan sebagian perjalanan hidup mereka, yang akan dibawa hingga mereka dewasa kepadaku.

Walau secara fakta, aku sendiri belum berkeluarga apalagi mempunyai anak sendiri. Akan tetapi, Rosulullah pernah menyampaikan bahwa yang disebut orang tua kita ada 3, yaitu: ibu dan ayah kita, ibu dan ayah suami/isteri kita, dan guru-guru kita.

Ehm, Waalaikumsalam murid-muridku. . . . doakan aku atas keselamatan. Agar bisa mendidikmu secara benar, membekalimu dengan ilmu yang bermanfaat. Hingga kelak di kampung akhirat. Amin

Sebuah Awal . . .

Karena sebuah keinginanlah, karena sebuah niatlah sesuatu bisa terjadi, dan juga dijalani.

Begitu juga. . . adanya blog ini, Dwi Yulianti’s Site. . .

Adalah sebuah hasil dari keberanian untuk mempublikasikan untaian catatan seorang pendidik yang masih belajar, catatan tentang gerak, tentang perjuangan, tentang cita juga cinta, tentang dunia-dunia kecil yang turut serta meramaikan belantara perjalanan hidupku.

Yang pastinya, nanti akan diminta pertanggungjawabannya . . .